tag:blogger.com,1999:blog-45175387892887949232024-02-18T23:19:44.270-08:00Akuntansi Perusahaan_Perpajakanakuntansi-perpajakanhttp://www.blogger.com/profile/16995731641205246338noreply@blogger.comBlogger4125tag:blogger.com,1999:blog-4517538789288794923.post-31856004789109327352011-11-23T21:15:00.000-08:002011-11-23T21:15:49.094-08:00Perpajakan Indonesia<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div style="text-align: justify;"></div><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CADMINI%7E1%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><o:smarttagtype name="country-region" namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags"></o:smarttagtype><o:smarttagtype name="City" namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags"></o:smarttagtype><o:smarttagtype name="place" namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags"></o:smarttagtype><!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" LatentStyleCount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if !mso]><img src="http://img2.blogblog.com/img/video_object.png" style="background-color: #b2b2b2; " class="BLOGGER-object-element tr_noresize tr_placeholder" id="ieooui" data-original-id="ieooui" /> <style>
st1\:*{behavior:url(#ieooui) }
</style> <![endif]--><style>
<!--
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-parent:"";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";}
@page Section1
{size:612.0pt 792.0pt;
margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt;
mso-header-margin:36.0pt;
mso-footer-margin:36.0pt;
mso-paper-source:0;}
div.Section1
{page:Section1;}
-->
</style><!--[if gte mso 10]> <style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}
</style> <![endif]--> <div style="text-align: justify;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjoJXxTYZxGo_GjEMj-uAupQkOiWrh_z5lE8zecrsi2Br51jc4fPOBprHzw5uzAoS3dKfonvx2yppqze3d8gkX2TZN_G3ts1bYG-OPG4oj_LyzgrvL2xeto2pmqBZrRnfZRA0acBb2Dc37l/s1600/LOGO+PAJAK.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjoJXxTYZxGo_GjEMj-uAupQkOiWrh_z5lE8zecrsi2Br51jc4fPOBprHzw5uzAoS3dKfonvx2yppqze3d8gkX2TZN_G3ts1bYG-OPG4oj_LyzgrvL2xeto2pmqBZrRnfZRA0acBb2Dc37l/s320/LOGO+PAJAK.jpg" width="298" /></a></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"> Seiring dengan usaha-usaha pemerintah untuk meningkatkan tax ratio,<br />
sejak tahun 2001 pemerintah telah melakukan berbagai kegiatan untuk<br />
ekstensifikasi dibidang perpajakan. Selain melalui kegiatan<br />
canvassing, upaya eksensifikasi juga dilakukan DJP dengan<br />
cara "memaksa" Wajib Pajak Orang Pribadi untuk memiliki NPWP secara<br />
system, misalnya kewajiban memiliki NPWP sebagai salah satu syarat<br />
dalam permohonan kredit perbankan bagi wajib pajak orang pribadi.<br />
<br />
Dalam siaran pers DJP tanggal 25 Agustus 2005 ditegaskan bahwa<br />
berdasarkan informasi dari Pusat Data Pajak dan sistem komputerisasi<br />
pajak, DJP akan memberikan NPWP (secara jabatan) terhadap:<br />
a. Pemilik tanah dan bangunan mewah;<br />
b. Pemilik mobil mewah;<br />
c. Pemilik kapal pesiar atau yacht;<br />
d. Pemegang saham, baik di dalam negeri maupun di luar negeri;<br />
e. Orang asing;<br />
f. Pegawai tetap yang berpenghasilan di atas PTKP; dan lain-<br />
lain, yang belum ber-NPWP.<br />
<br />
Pemberian NPWP secara jabatan tersebut akan dilakukan sejak tanggal 1<br />
September 2005. Dengan demikian diharapkan jumlah Wajib Pajak akan<br />
mencapai 10 juta Wajib Pajak pada tanggal 20 Oktober 2005.<br />
<br />
Apabila pemberian NPWP tersebut dilakukan secara serentak, maka dalam<br />
waktu singkat akan terdapat banyak Wajib Pajak baru yang belum atau<br />
bahkan tidak mengetahui tentang hak dan kewajiban-kewajiban yang<br />
harus dilakukannya selaku wajib pajak (setelah memperoleh NPWP).<br />
Pemungutan pajak di <st1:country-region w:st="on"><st1:place w:st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region> menggunakan system self assessment,<br />
oleh karena itu wajib pajak harus memahami hak dan kewajiban<br />
perpajakannya agar dapat menjalankan kewajiban perpajakannya dengan<br />
baik. Hal ini agar wajib pajak terhindar dari masalah-masalah yang<br />
mungkin timbul dikemudian hari yang mungkin merugikan.<br />
<br />
<strong>II. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak secara umum</strong><br />
<br />
Berdasarkan undang-undang no 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan<br />
tatacara perpajakan, sebagaimana terakhir telah diubah dengan undang-<br />
undang no 16 tahun 2000, terdapat hak dan kewajban wajib pajak<br />
sebagai berikut :<br />
<br />
<strong>a. Kewajiban Wajib Pajak.</strong><br />
<br />
1) Mendaftarkan diri ke KPP untuk memperoleh NPWP.<br />
<br />
Dalam rangka program extensifikasi, meskipun Wajib Pajak tidak<br />
(belum) mendaftarkan diri, bagi wajib pajak yang telah memenuhi<br />
syarat untuk memiliki NPWP maka akan diberikan NPWP secara jabatan.<br />
Apabila kepada wajib pajak telah diberikan NPWP secara jabatan, maka<br />
telah menggugurkan kewajiban wajib pajak untuk mendaftarkan diri.<br />
<br />
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah suatu sarana dalam administrasi<br />
perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau<br />
identitas Wajib Pajak, oleh karena itu kepada setiap Wajib Pajak<br />
hanya diberikan satu Nomor Pokok Wajib Pajak. Selain daripada itu,<br />
Nomor Pokok Wajib Pajak juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban<br />
dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan.<br />
Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, Wajib Pajak<br />
diwajibkan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimilikinya.<br />
<br />
2) Wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha<br />
Kena Pajak.<br />
<br />
Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang memenuhi syarat untuk<br />
dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang PPN, wajib melaporkan<br />
usahanya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.<br />
<br />
Fungsi pengukuhan Pengusaha Kena Pajak selain dipergunakan untuk<br />
mengetahui identitas Pengusaha Kena Pajak yang sebenarnya, juga<br />
berguna untuk melaksanakan hak dan kewajiban di bidang PPN dan Pajak<br />
Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) serta untuk pengawasan<br />
administrasi perpajakan.<br />
<br />
3) Mengambil sendiri Surat Pemberitahuan di tempat yang<br />
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.<br />
<br />
Dalam rangka pelayanan dan kemudahan bagi Wajib Pajak, formulir <st1:city w:st="on"><st1:place w:st="on">Surat</st1:place></st1:city><br />
Pemberitahuan disediakan pada kantor-kantor di lingkungan DJP dan<br />
tempat-tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak yang<br />
diperkirakan mudah terjangkau oleh Wajib Pajak.<br />
<br />
4) Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan <st1:city w:st="on"><st1:place w:st="on">Surat</st1:place></st1:city><br />
Pemberitahuan dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya.<br />
<br />
Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dalam bahasa<br />
Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata<br />
uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor<br />
pelayanan pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan. Bagi<br />
Wajib Pajak yang telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk<br />
menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata<br />
uang selain Rupiah, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam<br />
bahasa Indonesia dan mata uang selain Rupiah yang diizinkan.<br />
<br />
5) Wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang ke kas<br />
negara melalui Kantor Pos dan atau Bank Persepsi.<br />
<br />
Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan<br />
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak<br />
menggantungkan pada adanya <st1:city w:st="on"><st1:place w:st="on">surat</st1:place></st1:city> ketetapan pajak<br />
<br />
6) Wajib menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan.<br />
<br />
Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau<br />
pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di <st1:country-region w:st="on"><st1:place w:st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region> diwajibkan untuk<br />
menyelenggarakan pembukuan. Dikecualikan dari kewajiban pembukuan,<br />
tetapi diwajibkan melakukan pencatatan bagi Wajib Pajak orang pribadi<br />
yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang menurut<br />
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan<br />
menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan<br />
Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan<br />
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.<br />
<br />
Pembukuan dan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan kegiatan usaha<br />
harus disimpan oleh wajib pajak selama 10 (sepuluh) tahun. Karena<br />
selama jangka waktu tersebut DJP masih dapat melakukan pemeriksaan.<br />
<br />
7) Dalam hal terjadi pemeriksaan pajak, Wajib Pajak wajib :<br />
• Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan,<br />
dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan<br />
dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas<br />
Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;<br />
• Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang<br />
dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan;<br />
• Memberikan keterangan yang diperlukan.<br />
<br />
<br />
<strong>b. Hak Wajib Pajak</strong><br />
<br />
1) Wajib Pajak berhak untuk menerima tanda bukti pelaporan SPT.<br />
Untuk Surat Pemberitahuan yang disampaikan dengan pos tercatat<br />
melalui kantor pos dan giro, maka tanggal pegiriman dianggap sebagai<br />
tanggal penerimaan.<br />
<br />
2) Wajib Pajak berhak untuk mengajukan permohonan penundaan<br />
penyampaian SPT. Apabila Wajib Pajak ternyata tidak dapat<br />
menyampaikan atau menyiapkan laporan keuangan tahunan atau neraca<br />
perusahaan beserta laporan laba rugi dalam jangka waktu yang telah<br />
ditetapkan karena luasnya kegiatan usaha dan masalah-masalah teknis<br />
penyusunan laporan keuangan, sulit untuk memenuhi batas waktu<br />
penyelesaian dan memerlukan kelonggaran dari batas waktu yang telah<br />
ditentukan, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan agar memperoleh<br />
perpanjangan waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak<br />
Penghasilan. Perpanjangan jangka waktu penyampaian <st1:city w:st="on"><st1:place w:st="on">Surat</st1:place></st1:city><br />
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan hanya dapat diberikan paling<br />
lama 6 (enam) bulan.<br />
<br />
3) Wajib Pajak berhak untuk membetulkan Surat Pemberitahuan yang<br />
telah disampaikan ke KPP. Terhadap kekeliruan dalam pengisian Surat<br />
Pemberitahuan yang dibuat oleh Wajib Pajak, masih terbuka baginya hak<br />
untuk melakukan pembetulan atas kemauan sendiri dalam jangka waktu 2<br />
(dua) tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau<br />
Tahun Pajak, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum mulai<br />
melakukan tindakan pemeriksaan.<br />
<br />
4) Wajib Pajak dapat untuk mengajukan permohonan penundaan dan<br />
permohonan untuk mengangsur pembayaran pajak sesuai dengan<br />
kemampuannya. Atas permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak<br />
dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran<br />
pajak yang terutang termasuk kekurangan pembayaran Pajak Penghasilan<br />
yang masih harus dibayar dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak<br />
Penghasilan, meskipun tanggal jatuh tempo pembayaran telah<br />
ditentukan. Kelonggaran tersebut diberikan dengan hati-hati untuk<br />
paling lama 12 (dua belas) bulan dan terbatas kepada Wajib Pajak yang<br />
benar-benar sedang mengalami kesulitan likuiditas.<br />
<br />
5) Wajib Pajak berhak untuk mengajukan permohonan penurunan<br />
angsuran PPh Pasal 25.<br />
<br />
6) Wajib pajak berhak untuk mengajukan permohonan pengembalian<br />
kelebihan pembayaran pajak.<br />
<br />
7) Wajib Pajak berhak untuk mengajukan permohonan pembetulan<br />
salah tulis atau salah hitung atau kekeliruan yang terdapat dalam<br />
Surat Ketetapan Pajak.<br />
<br />
8) Wajib Pajak berhak untuk mengajukan keberatan atas <st1:city w:st="on">Surat</st1:city><br />
Ketetapan Pajak dan memperoleh kepastian terbitnya keputusan atas<br />
<st1:city w:st="on"><st1:place w:st="on">surat</st1:place></st1:city> keberatannya. Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya<br />
kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu :<br />
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;<br />
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;<br />
c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;<br />
d. Surat Ketetapan Pajak Nihil;<br />
e. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan<br />
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.<br />
<br />
Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan<br />
mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang<br />
dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib<br />
Pajak dengan disertai alasan-alasan yang jelas dalam jangka waktu 3<br />
bulan sejak tanggal surat ketetapan pajak yang diajukan keberatan<br />
<br />
9) Wajib Pajak berhak mengajukan banding ke pengadilan pajak<br />
atas keputusan keberatan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal<br />
Pajak.<br />
<br />
10) Wajib Pajak berhak untuk mengajukan permohonan penghapusan<br />
atau pengurangan pengenaan sanksi perpajakan serta pembetulan<br />
ketetapan pajak yang salah atau keliru.<br />
<br />
11) Wajib Pajak berhak memberikan kuasa khusus kepada orang lain<br />
yang dipercayainya untuk mewakilinya dalam melaksanakan hak dan<br />
kewajiban perpajakannya.<br />
<br />
<br />
<strong>III. Kewajiban untuk menyetor dan melaporkan pajak yang terutang.</strong><br />
<br />
Kewajiban yang harus dilakukan oleh wajib pajak setelah terdaftar di<br />
Kantor Pelayanan Pajak dan memiliki NPWP adalah melakukan pembayaran<br />
dan melaporkan pajak yang terutang atas penghasilan yang diterima<br />
atau diperolehnya. Selain itu, wajib pajak juga memiliki kewajiban<br />
untuk memungut/memotong dan menyetorkan pajak atas penghasilan yang<br />
dibayarkan/ terutang kepada pihak lainnya. Selain Pajak Penghasilan,<br />
bagi pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak<br />
juga memiliki kewajiban dibidang PPN dan PPn BM.<br />
<br />
Kewajiban pajak yang harus dilakukan bagi masing-masing "jenis" wajib<br />
pajak berbeda-beda. Dalam tulisan ini akan diuraikan tentang<br />
kewajiban pajak bagi wajib pajak orang pribadi, baik yang berstatus<br />
sebagai karyawan maupun orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha<br />
serta kewajiban pajak bagi wajib pajak badan.<br />
<br />
<strong>A. Kewajiban Pajak Bagi Wajib pajak orang pribadi Karyawan yang</strong><b><br />
<strong>tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas (WPOP Karyawan).</strong></b><br />
<br />
<strong>1. WPOP Karyawan yang hanya memperoleh penghasilan dari satu</strong><b><br />
<strong>pemberi kerja.</strong></b><br />
<br />
Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau<br />
pekerjaan bebas (berstatus sebagai karyawan) dan hanya bekerja pada<br />
satu pemberi kerja tidak memiliki kewajiban untuk membayar pajak<br />
sendiri setiap bulan atas penghasilan yang diterima/ diperoleh<br />
sehubungan dengan pekerjaan. WP Orang Pribadi ini juga tidak memiliki<br />
kewajiban untuk membuat laporan (Surat Pemberitahuan Masa) ke Kantor<br />
Pelayanan Pajak setiap bulan.<br />
<br />
Perusahaan tempat wajib pajak bekerja (pemberi kerja) memiliki<br />
kewajiban untuk memotong pajak atas penghasilan sehubungan pekerjaan<br />
yang dibayarkan/terutang kepada karyawannya setiap bulan dan<br />
menyetorkannya ke Kas Negara serta melaporkannya ke kantor pelayanan<br />
pajak setempat. Oleh karena itu gaji yang diterima oleh wajib pajak<br />
orang pribadi yang berstatus sebagai karyawan adalah gaji bersih<br />
setelah dipotong pajak penghasilan. Pajak yang terutang atas<br />
Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan dikenal dengan istilah PPh<br />
Pasal 21.<br />
<br />
Kewajiban yang harus dilakukan oleh WPOP yang berstatus sebagai<br />
karyawan adalah menyampaikan laporan tahunan (menyampaikan SPT<br />
Tahunan PPh Orang Pribadi) dengan formulir yang telah disediakan.<br />
(Form 1770-S). Apabila wajib pajak orang pribadi ini tidak<br />
menerima/memperoleh penghasilan lain selain dari penghasilan yang<br />
diperoleh dari satu pemberi kerja, maka pada saat menyampaikan SPT<br />
Tahunan tidak akan terdapat PPh yang kurang dibayar.<br />
<br />
SPT Tahunan PPh Orang Pribadi ini paling lambat harus dilaporkan 3<br />
bulan setelah berakhirnya tahun pajak (pada tanggal 31 Maret tahun<br />
berikutnya). Jika Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT 1770-S<br />
tersebut maka akan dikenakan sanksi administrasi atas keterlambatan<br />
sebesar Rp 100.000,-. Besarnya sanksi keterlambatan penyampaian SPT<br />
PPh OP ini dalam RUU Pajak th 2005 diusulkan menjadi sebesar Rp<br />
250.000,-<br />
<br />
Bagi wajib pajak yang tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT<br />
tetapi isinya tidak benar, atau tidak lengkap, atau melampirkan<br />
keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan<br />
kerugian pada pendapatan negara diancam dengan sanksi pidana dan<br />
denda. Bagi wajib pajak yang tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan<br />
SPT tetapi isinya tidak benar karena kealpaannya, diancam dengan<br />
sanksi pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda<br />
paling tingi 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau<br />
kurang dibayar.<br />
<br />
Sementara bagi wajib pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan<br />
surat pemberitahuan atau menyampaikan surat pemberitahuan dan atau<br />
keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat<br />
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana<br />
penjara paling lama enam (enam) tahun dan denda paling tinggi 4<br />
(empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.<br />
<br />
<strong>2. WPOP Karyawan yang memperoleh penghasilan lain yang bukan</strong><b><br />
<strong>obyek PPh Final.</strong></b><br />
<br />
Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha<br />
atau pekerjaan bebas (WPOP Karyawan) yang memperoleh penghasilan<br />
lain selain dari satu pemberi kerja, baik karena bekerja pada lebih<br />
dari satu pemberi kerja maupun memiliki penghasilan lain selain dari<br />
pekerjaan dan penghasilan lain tsb bukan merupakan obyek PPh final,<br />
maka selain diwajibkan untuk melaporkan SPT Tahunan (SPT 1770-S) juga<br />
memiliki kewajiban untuk membayar dan melaporkan PPh pasal 25 setiap<br />
bulan.<br />
<br />
Besarnya PPh Pasal 25 yang harus dibayar oleh wajib pajak dihitung<br />
berdasarkan PPh yang terutang dalam SPT Tahunan tahun sebelumnya<br />
setelah dikurangi dengan pemotongan yang dilakukan pihak lain yang<br />
dapat dikreditkan dan dibagi 12 (dua belas).<br />
Jatuh tempo pembayaran PPh pasal 25 adalah tanggal 15 bulan<br />
berikutnya. Jika jatuh tempo pembayaran jatuh pada hari libur, maka<br />
pembayaran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Pembayaran<br />
Angsuran PPh pasal 25 ini, wajib dilaporkan ke kantor pelayanan<br />
pajak tempat wajib pajak terdaftar paling lambat tanggal 20 bulan<br />
berikutnya. Apabila jatuh tempo pelaporan jatuh pada hari libur maka<br />
penyampaian SPT Masa PPh pasal 25 harus dilakukan pada hari kerja<br />
sebelumnya.<br />
<br />
Apabila wajib pajak terlambat melakukan pembayaran PPh pasal 25, maka<br />
akan dikenakan sanksi bunga sebesar 2%/bulan, maksimum 24 bulan<br />
(48%). Sedangkan atas keterlambatan penyampaian SPT Masa PPh 25 akan<br />
dikenakan sanksi sebesar Rp 50.000/ SPT Masa. Seperti halnya dengan<br />
sanksi keterlambatan penyampaian SPT Tahunan, dalam RUU Perpajakan th<br />
2005 besarnya sanksi keterlambatan penyampaian SPT masa diusulkan<br />
menjadi sebesar Rp 100.000,-/ SPT Masa.<br />
<br />
<strong>3. WPOP Karyawan yang memperoleh penghasilan lain yang merupakan</strong><b><br />
<strong>obyek PPh Final.</strong></b><br />
<br />
Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha<br />
atau pekerjaan bebas (WPOP Karyawan) yang memperoleh penghasilan<br />
lain selain dari satu pemberi kerja, dan memiliki penghasilan lain<br />
yang merupakan obyek PPh final, maka selain diwajibkan untuk<br />
melaporkan SPT Tahunan (SPT 1770-S) juga memiliki kewajiban untuk<br />
membayar dan melaporkan PPh final pasal 4 (2).<br />
<br />
Jenis penghasilan lain yang merupakan obyek PPh final dan pembayaran<br />
PPh-nya wajib dilakukan sendiri oleh penerima penghasilan (Wajib<br />
pajak) adalah sebagai berikut :<br />
<br />
• Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;<br />
WPOP Karyawan yang menerima/memperoleh penghasilan dari transaksi<br />
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan diwajibkan membayar PPh<br />
final pasal 4 (2). Besarnya PPh yang terutang atas transaksi<br />
pegalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ini adalah sebesar 5% dari<br />
nilai yang tertinggi antara nilai pengalihan (nilai transaksi) dengan<br />
nilai NJOP.<br />
<br />
• Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan;<br />
Penghasilan yang dierima/diperoleh oleh WPOP karyawan dari kegiatan<br />
persewaan tanah dan atau bangunan juga merupakan obyek PPh final<br />
pasal 4 (2). Dalam hal penyewa adalah bukan pemotong pajak, maka PPh<br />
yang terutang atas penghasilan dari transaksi persewaan tanah dan<br />
atau bangunan wajib dibayar sendiri oleh penerima penghasilan.<br />
Besarnya PPh yang terutang atas transaksi ini adalah sebesar 10% dari<br />
jumlah bruto nilai persewaan. Apabila penyewa adalah pemotong pajak<br />
(i.e. WP Badan), maka pelunasan PPh final atas transaksi ini<br />
dilakukan melalui pemotongan oleh pihak penyewa. Pemotong pajak<br />
(penyewa) wajib memberikan bukti pemotongan (Bukti Potong PPh Final<br />
pasal 4 (2)) kepada wajib pajak (penerima penghasilan) .<br />
<br />
Batas waktu pembayaran PPh Final PS 4 (2) atas transaksi ini adalah<br />
tanggal 15 bulan berikutnya. Sedangkan batas waktu pelaporan adalah<br />
tanggal 20 bulan berikutnya.<br />
<br />
• Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi ;<br />
Penghasilan yang diterima/diperoleh oleh WPOP Karyawan dari kegiatan<br />
Jasa Konstruksi (sebagai usaha sampingan misalnya), Apabila pemakai<br />
jasa bukan merupakan pemotong pajak, maka PPh-nya wajib dibayar<br />
sendiri oleh wajib pajak. Namun apabila pemakai jasa merupakan<br />
pemotong pajak, maka PPh yang terutang atas kegiatan ini pelunasannya<br />
dilakukan melalui pemotongan oleh pemakai jasa. Pemotong pajak<br />
(Pemakai jasa) wajib memberikan bukti potong. Besarnya PPh final<br />
pasal 4 (2) yang terutang atas penghasilan dari kegiatan jasa<br />
konstruksi adalah sbb :<br />
<br />
a) Jasa Perencanaan Konstruksi ==> 4% (empat persen) dari jumlah<br />
bruto;<br />
b) Jasa Pelaksanaan Konstruksi ==> 2% (dua persen) dari jumlah<br />
bruto;<br />
c) Jasa Pengawasan Konstruksi ==> 4% (empat persen) dari jumlah<br />
bruto.<br />
<br />
<br />
<strong>B Kewajiban Pajak Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan</strong><b><br />
<strong>Kegiatan Usaha atau Pekerjaan Bebas.</strong></b><br />
<br />
Bagi wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan Usaha atau<br />
pekerjaan bebas, setelah terdaftar di kantor pelayanan pajak dan<br />
memperoleh NPWP maka akan memiliki kewajiban pajak yang harus<br />
dilaksanakan. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan<br />
usaha/pekerjaan bebas selaku pemberi kerja selain diwajibkan untuk<br />
membayar dan melaporkan pajak yang terutang atas penghasilan yang<br />
diterima atau diperolehnya sendiri juga diwajibkan untuk menyetorkan<br />
dan melaporkan PPh yang terutang atas penghasilan yang dibayarkan<br />
atau terutang kepada karyawannya.<br />
<br />
Dalam hal WPOP yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas telah<br />
dikukuhkan sebagai Pengusaha kena pajak juga memiliki kewajiban<br />
dibidang PPN. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi tertentu yang telah<br />
ditunjuk oleh dirjen pajak sebagai pemotong PPh Pasal 23 dan PPh<br />
Final pasal 4 (2), juga memiliki kewajiban dibidang PPh 23 dan PPh<br />
Final Pasal 4 (2).<br />
<br />
Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak Orang Pribadi yang<br />
melakukann kegiatan usaha/pekerjaan bebas setelah memperoleh NPWP<br />
adalah sebagai berikut :<br />
<br />
1. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa)<br />
<br />
Setelah wajib pajak terdaftar di KPP dan memiliki NPWP, maka memiliki<br />
kewajiban untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa/ bulanan ke<br />
kantor pelayanan pajak tempat wajib pajak terdaftar. Jenis SPT Masa<br />
yang harus disampaikan oleh wajib pajak Orang Pribadi yang melakukan<br />
kegiatan usaha/pekerjaan bebas terdiri dari :<br />
<br />
a. SPT Masa PPh Pasal 25<br />
<br />
PPh Pasal 25 merupakan angsuran PPh dalam tahun pajak berjalan yang<br />
harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan. Besarnya<br />
angsuran PPh Pasal 25 adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang<br />
menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak<br />
yang lalu, setelah dikurangi dengan PPh yang telah dipotong/dipungut<br />
oleh pihak lain dan PPh yang terutang/dibayar diluar negeri yang<br />
dapat dikreditkan; dibagi 12 (dua belas)<br />
<br />
Bagi wajib pajak yang baru pertama kali memperoleh penghasilan dari<br />
usaha atau pekerjaan bebas dalam tahun pajak berjalan (Wajib Pajak<br />
baru), besarnya Angsuran PPh Pasal 25 dihitung berdasarkan Pajak<br />
Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas<br />
penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas).<br />
<br />
Batas waktu pembayaran PPh pasal 25 adalah setiap tanggal 15 bulan<br />
berikutnya. Apabila tanggal 15 jatuh pada hari libur, maka pembayaran<br />
Ph Pasal 25 dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Sedangkan<br />
batas untuk menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 adalah 20 hari setelah<br />
berakhirnya masa pajak (tgl 20 bulan berikutnya). Apabila tanggal 20<br />
jatuh pada hari libur, maka pelaporan harus dilakukan pada hari kerja<br />
sebelumnya. Hari libur meliputi hari libur nasional dan hari-hari<br />
yang ditetapkan sebagai hari cuti bersama oleh pemerintah.<br />
Surat Setoran Pajak (SSP) PPh Pasal 25, juga merupakan SPT Masa PPh<br />
Pasal 25. SPT Masa PPh Pasal 25 ini, merupakan salah satu SPT Masa<br />
yang wajib disampaikan oleh wajib pajak orang pribadi yang melakukan<br />
kegiatan usaha/pekerjaan bebas, meskipun tidak terdapat pembayaran<br />
(SPT Nihil). Apabila Wajib pajak tidak menyampaikan atau terlambat<br />
menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25, maka wajib pajak akan dikenakan<br />
sanksi berupa denda sebesar Rp 50.000 untuk satu SPT Masa.<br />
<br />
b. SPT Masa PPh Pasal 21/26<br />
<br />
PPh pasal 21/26 merupakan PPh yang terutang atas penghasilan berupa<br />
gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan<br />
dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan<br />
yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi. Berdasarkan ketentuan<br />
Pasal 21 Undang-undang PPh, PPh Pasal 21 wajib dipotong, disetor dan<br />
dilaporkan oleh pemotong pajak, yaitu : pemberi kerja, bendaharawan<br />
pemerintah, dana pensiun, badan, perusahaan dan penyelenggara<br />
kegiatan.<br />
<br />
Wajib pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan<br />
bebas selaku pemberi kerja yang membayarkan gaji, upah, honorarium,<br />
tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun<br />
sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh wajib<br />
pajak orang pribadi; wajib menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21/26.<br />
Batas waktu penyetoran PPh Pasal 21/26 adalah tanggal 10 bulan<br />
berikutnya, namun apabila tanggal 10 jatuh pada hari libur maka<br />
penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Sedangkan<br />
batas waktu pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21/26 adalah 20 hari setelah<br />
berakhirnya masa pajak (tanggal 20 bulan berikutnya), apabila tanggal<br />
20 jatuh pada hari libur, maka penyampaian SPT Masa PPh pasal 21/26<br />
harus dilakukan pada hari kerja sebelumnya.<br />
<br />
SPT Masa PPh Pasal 21/26 juga merupakan SPT Masa yang wajib<br />
disampaikan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan<br />
usaha/pekerjaan bebas meskipun tidak terdapat penyetoran PPh Pasal<br />
21/26 (SPT Nihil). Apabila Wajib pajak tidak menyampaikan SPT Masa<br />
PPh Pasal 21/26 atau terlambat menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21/26,<br />
maka akan dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp 50.000,- untuk<br />
satu SPT Masa.<br />
<br />
Ketentuan lebih lanjut tentang Petunjuk pelaksanaan pemotongan,<br />
penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21 dan pasal 26 sehubungan dengan<br />
pekerjaan, jasa dan kegiatan orang pribadi diatur dalam Keputusan<br />
Dirjen Pajak No KEP-545/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000.<br />
<br />
c. SPT Masa PPN<br />
<br />
Bagi Wajib Pajak yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak<br />
(PKP) diwajibkan untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan<br />
Pajak atas Penjualan Barang Mewah (PPn BM) serta menyampaikan SPT<br />
Masa PPN. Jatuh tempo penyetoran PPN adalah setiap tanggal 15 bulan<br />
berikutnya, sedangkan batas waktu penyampaian SPT Masa PPN adalah 20<br />
hari setelah berakhirnya masa pajak (tgl 20 bulan berikutnya).<br />
Seperti halnya pembayaran PPh Masa, apabila jatuh tempo penyetoran<br />
PPN jatuh pada hari libur, maka penyetoran dapat dilakukan pada hari<br />
kerja berikutnya. Sedangkan untuk pelaporan, apabila batas waktu<br />
pelaporan jatuh pada hari libur maka penyampaian SPT Masa PPN wajib<br />
dilakukan pada hari kerja sebelumnya.<br />
<br />
SPT Masa PPN merupakan SPT Masa yang wajib disampaikan oleh Wajib<br />
Pajak yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak, meskipun<br />
Nihil. Apabila Wajib yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena<br />
pajak tidak menyampaikan atau terlambat menyampaikan SPT Masa PPN<br />
maka akan dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp 50.000 untuk satu<br />
SPT Masa.<br />
<br />
Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT PPN) adalah sebagai sarana untuk<br />
melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak PPN<br />
dan PPn BM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :<br />
<br />
o Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran;<br />
o Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan<br />
sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan atau melalui pihak lain dalam<br />
satu Masa Pajak, yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-<br />
undangan perpajakan yang berlaku;<br />
o Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi Surat Pemberitahuan<br />
adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan<br />
pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.<br />
<br />
Ketentuan mengenai PPN diatur dalam Undang-undang no 8 tahun 1983<br />
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan<br />
atas Barang Mewah sebagaimana terakhir telah diubah dengan UU No 18<br />
tahun 2000 beserta peraturan pelaksanaannya.<br />
<br />
<br />
d. SPT Masa PPh Pasal 23/26<br />
<br />
Direktur Jenderal Pajak dapat menunjuk Wajib Pajak orang pribadi<br />
dalam negeri sebagai pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23. Wajib<br />
Pajak Orang Pribadi tertentu tersebut terdiri dari :<br />
<br />
o Akuntan, Arsitek, Dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah<br />
(PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan,<br />
yang melakukan pekerjaan bebas;<br />
o Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan<br />
pembukuan.<br />
<br />
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tertentu tersebut diatas yang<br />
telah ditunjuk Dirjen Pajak, akan mendapatkan urat Penunjukan Sebagai<br />
Pemotong PPh Pasal 23 dari Kantor Pelayanan Pajak tempat WP teraftar.<br />
WPOP tertentu yang telah ditunjuk sebagai pemotong PPh 23, Wajib<br />
memotong PPh Pasal 23 atas pembayaran berupa sewa.<br />
<br />
Apabila terdapat pembayaran/pembebanan biaya berupa sewa, maka WPOP<br />
tertentu yang telah ditunjuk sebagai pemotong PPh 23 oleh Dirjen<br />
pajak, diwajibkan untuk memotong, menyetor dan melaporkan PPh 23 yang<br />
terutang atas pembaywan sewa tersebut.<br />
<br />
Sesuai dengan ketentuan pasal 26 undang-undang PPh, atas penghasilan<br />
berupa :<br />
a. Deviden;<br />
b. bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan<br />
sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;<br />
c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan<br />
penggunaan harta;<br />
d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;<br />
e. hadiah dan penghargaan;<br />
f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya ;<br />
yang diterima atay diperoleh oleh Wajib Pajak luar negeri selain<br />
bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua<br />
puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan.<br />
<br />
Apabila WPOP yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas melakukan<br />
transaksi dengan wajib pajak luar negeri sehubungan dengan<br />
penghasilan tersebut diatas maka memiliki kewajiban untuk memotong,<br />
menyetor dan melaporkan PPh yang terutang atas penghasilan tersebut<br />
(PPh Pasal 26).<br />
<br />
Batas waktu penyetoran PPh Pasal 23/26 oleh pemotong PPh adalah<br />
tanggal 10 bulan berikutnya, sedangkan batas waktu penyampaian SPT<br />
Masa PPh pasal 23/26 adalah anggal 20 bulan berikutnya. Apabila<br />
tanggal jatuh tempo penyetoran PPh pasal 23/26 jatuh pada hari libur<br />
maka penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Namun<br />
apabila tanggal jatuh tempo pelaporan jatuh pada hari libur, maka<br />
laporan harus disampaikan pada hari kerja sebelumnya.<br />
<br />
SPT Masa PPh Pasal 23/26 hanya wajib dilaporkan ke KPP apabila<br />
terdapat pembayaran yang terutang PPh Pasal 23/26. Dengan demikian<br />
tidak terdapat SPT Masa PPh pasal 23/26 Nihil.<br />
<br />
e. SPT Masa PPh Final pasal 4 (2)<br />
<br />
1) PPh final atas penghasilan yang diterima/diperoleh oleh wajib<br />
pajak sendiri<br />
<br />
Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau<br />
pekerjaan bebas yang memperoleh penghasilan yang merupakan obyek PPh<br />
final, maka diwajibkan untuk membayar dan melaporkan PPh final pasal<br />
4 (2) yang tertuang atas penghasilan tersebut.<br />
Jenis penghasilan lain yang merupakan obyek PPh final dan pembayaran<br />
PPh-nya wajib dilakukan sendiri oleh penerima penghasilan (Wajib<br />
pajak) adalah sebagai berikut :<br />
<br />
• Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;<br />
WPOP yang menerima/memperoleh penghasilan dari transaksi pengalihan<br />
hak atas tanah dan/atau bangunan diwajibkan membayar PPh final pasal<br />
4 (2). Besarnya PPh yang terutang atas transaksi pegalihan hak atas<br />
tanah dan/atau bangunan ini adalah sebesar 5% dari nilai yang<br />
tertinggi antara nilai pengalihan (nilai transaksi) dengan nilai<br />
NJOP.<br />
<br />
• Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan;<br />
Penghasilan yang diterima/diperoleh oleh WPOP dari kegiatan persewaan<br />
tanah dan atau bangunan juga merupakan obyek PPh final pasal 4 (2).<br />
Dalam hal penyewa adalah bukan pemotong pajak, maka PPh yang terutang<br />
atas penghasilan dari transaksi persewaan tanah dan atau bangunan<br />
wajib dibayar sendiri oleh penerima penghasilan. Besarnya PPh yang<br />
terutang atas transaksi ini adalah sebesar 10% dari jumlah bruto<br />
nilai persewaan.<br />
<br />
Apabila penyewa adalah pemotong pajak (i.e. WP Badan), maka pelunasan<br />
PPh final atas transaksi ini dilakukan melalui pemotongan oleh pihak<br />
penyewa. Pemotong pajak (penyewa) wajib memberikan bukti pemotongan<br />
(Bukti Potong PPh Final pasal 4 (2)) kepada wajib pajak (penerima<br />
penghasilan) .<br />
<br />
Batas waktu pembayaran PPh Final PS 4 (2) atas transaksi ini adalah<br />
tanggal 15 bulan berikutnya. Sedangkan batas waktu pelaporan adalah<br />
tanggal 20 bulan berikutnya.<br />
<br />
• Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi;<br />
Apabila pemakai jasa bukan merupakan pemotong PPh, atas Penghasilan<br />
yang diterima/diperoleh oleh WPOP dari kegiatan Jasa Konstruksi, PPh<br />
yang terutang atas penghasilan tersebut wajib dibayar sendiri oleh<br />
wajib pajak. Namun apabila pemakai jasa merupakan pemotong pajak,<br />
maka PPh yang terutang atas kegiatan ini pelunasannya dilakukan<br />
melalui pemotongan oleh pemakai jasa. Pemotong pajak (Pemakai jasa)<br />
wajib memberikan bukti potong. Besarnya PPh final pasal 4 (2) yang<br />
terutang atas penghasilan dari kegiatan jasa konstruksi adalah sbb :<br />
<br />
<span> </span>4%<span style="font-family: Symbol;"><span>è</span></span>a) Jasa Perencanaan Konstruksi <span> </span>(empat persen) dari jumlah<br />
bruto;<br />
<span style="font-family: Symbol;"><span>è</span></span>b) Jasa Pelaksanaan Konstruksi <span> </span>2% (dua persen) dari jumlah<br />
bruto;<br />
<span style="font-family: Symbol;"><span>è</span></span>c) Jasa Pengawasan Konstruksi <span> </span>4% (empat persen) dari jumlah<br />
bruto.<br />
<br />
<br />
2) PPh final atas penghasilan yang terutang/dibayarkan kepada<br />
pihak lain.<br />
<br />
Dirjen Pajak dapat menunjuk Wajib pajak Orang Pribadi tertentu<br />
sebagai pemotong PPh Final Pasal 4 (2) atas transaksi persewaan Tanah<br />
dan atau bangunan. Wajib Pajak Orang Pribadi tertentu yang dapat<br />
ditunjuk sebagai pemotong PPh atas transaksi persewaan tanah dan atau<br />
bangunan oleh DJP adalah:<br />
<br />
• Akuntan, arsitek, dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah<br />
(PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan,<br />
yang melakukan pekerjaan bebas yang telah terdafta sebagai Wajib<br />
Pajak Dalam Negeri,<br />
• Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan<br />
pembukuan<br />
yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dalam negeri.<br />
<br />
WPOP tertentu yang telah mendapat surat penunjukan sebagai pemotong<br />
Pajak atas penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan dari<br />
KPP tempat WP terdaftar memiliki kewajiban untuk memotong,<br />
menyetorkan dan melaporkan PPh final atas penghasilan dari transaksi<br />
persewaan tanah dan atau bangunan yang dibayarkan atau terutang<br />
kepada pihak lain.<br />
<br />
PPh yang terutang atas transaksi persewaan tanah dan bangunan<br />
tersebut, wajib disetorkan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya<br />
dan wajib dilaporkan ke kantor pelayanan pajak tempat Wajib pajak<br />
(pemotong) terdaftar paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.<br />
SPT Masa PPh Final hanya wajib dilaporkan oleh wajib pajak apabila<br />
terdapat transaksi yang berhubungan dengan obyek PPh final, sehingga<br />
tidak ada SPT Masa PPh Final Nihil.<br />
<br />
2. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan)<br />
<br />
a. SPT Tahunan PPh Badan (SPT 1770)<br />
<br />
Setelah berakhirnya tahun pajak, Wajib pajak diwajibkan untuk<br />
menyampaikan SPT Tahunan (SPT Tahunan PPh Orang Pribadi – SPT 1770).<br />
SPT Tahunan paling lambat disampaikan 3 (tiga) bulan setelah akhir<br />
tahun pajak/tahun buku. Apabila tahun buku sama dengan tahun takwim<br />
maka SPT Tahunan wajib disampaikan paling lambat tanggal 31 Maret<br />
tahun berikutnya.<br />
<br />
Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT Tahunan) bagi Wajib Pajak adalah<br />
sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan<br />
penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk<br />
melaporkan tentang :<br />
<br />
• Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan<br />
sendiri dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam<br />
1 (satu) Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak;<br />
• Penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek<br />
pajak;<br />
• Harta dan kewajiban;<br />
<br />
<br />
b. SPT Tahunan PPh 21 (SPT 1721)<br />
<br />
Selain melaporkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi (SPT 1770), Wajib<br />
Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas<br />
selaku pemotong PPh pasal 21 juga diwajibkan menyampaikan SPT Tahunan<br />
PPh pasal 21. Dalam waktu 2 (dua) bulan setelah tahun takwim<br />
berakhir, Pemotong Pajak berkewajiban menghitung kembali jumlah PPh<br />
Pasal 21 yang terutang oleh pegawai tetap dan penerima pensiun<br />
bulanan menurut tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 UU PPh.<br />
<br />
Setiap Pemotong Pajak wajib mengisi, menandatangani, dan menyampaikan<br />
SPT Tahunan PPh Pasal 21 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemotong<br />
Pajak terdaftar atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat. Surat<br />
Pemberitahuan Tahunan PPh Pasal 21 harus disampaikan selambat-<br />
lambatnya tanggal 31 Maret tahun takwim berikutnya. Batas waktu<br />
pelaporan ini berlaku juga bagi wajib pajak yang tahun bukunya<br />
berbeda dengan tahun takwim.<br />
<br />
<br />
<strong>C Kewajiban Pajak Bagi Wajib Pajak Badan</strong><br />
<br />
Kewajiban yang harus dilakukan oleh wajib pajak setelah terdaftar di<br />
Kantor Pelayanan Pajak dan memiliki NPWP adalah melakukan pembayaran<br />
dan melaporkan pajak yang terutang atas penghasilan yang diterima<br />
atau diperolehnya.<br />
<br />
Selain itu, wajib pajak juga memiliki kewajiban untuk<br />
memungut/memotong dan menyetorkan pajak atas penghasilan yang<br />
dibayarkan/ terutang kepada pihak lainnya. Tatacara pemenuhan<br />
kewajiban tersebut diatur dalam undang-undang no 7 tahun 1983 tentang<br />
Pajak Penghasilan sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-<br />
undang No 17 tahun 2000 beserta peraturan pelaksanannya.<br />
<br />
Selain Pajak Penghasilan, bagi pengusaha yang telah dikukuhkan<br />
sebagai pengusaha kena pajak juga memiliki kewajiban dibidang PPN dan<br />
PPn BM yang ketentuannya diatur dalam Undang-undang no 8 tahun 1983<br />
tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah<br />
sebagaimana terakhir telah diubah dengan UU No 18 tahun 2000 beserta<br />
peraturan pelaksanaannya.<br />
<br />
Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah<br />
memperoleh NPWP adalah sebagai berikut :<br />
<br />
1. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa)<br />
<br />
Setelah wajib pajak terdaftar di KPP dan memiliki NPWP, maka memiliki<br />
kewajiban untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa/ bulanan ke<br />
kantor pelayanan pajak tempat wajib pajak terdaftar. Jenis SPT Masa<br />
yang harus disampaikan oleh wajib pajak badan terdiri dari :<br />
<br />
a. SPT Masa PPh Pasal 25<br />
<br />
PPh Pasal 25 merupakan angsuran PPh dalam tahun pajak berjalan yang<br />
harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan. Besarnya<br />
angsuran PPh Pasal 25 adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang<br />
menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak<br />
yang lalu, setelah dikurangi dengan PPh yang telah dipotong/dipungut<br />
oleh pihak lain dan PPh yang terutang/dibayar diluar negeri yang<br />
dapat dikreditkan; dibagi 12 (dua belas)<br />
<br />
Bagi wajib pajak yang baru pertama kali memperoleh penghasilan dari<br />
usaha atau pekerjaan bebas dalam tahun pajak berjalan (Wajib Pajak<br />
baru), besarnya Angsuran PPh Pasal 25 dihitung berdasarkan Pajak<br />
Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas<br />
penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas).<br />
<br />
Batas waktu pembayaran PPh pasal 25 adalah setiap tanggal 15 bulan<br />
berikutnya. Apabila tanggal 15 jatuh pada hari libur, maka pembayaran<br />
Ph Pasal 25 dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Sedangkan<br />
batas untuk menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 adalah 20 hari setelah<br />
berakhirnya masa pajak (tgl 20 bulan berikutnya). Apabila tanggal 20<br />
jatuh pada hari libur, maka pelaporan harus dilakukan pada hari kerja<br />
sebelumnya. Hari libur meliputi hari libur nasional dan hari-hari<br />
yang ditetapkan sebagai hari cuti bersama oleh pemerintah.<br />
Surat Setoran Pajak (SSP) PPh Pasal 25, juga merupakan SPT Masa PPh<br />
Pasal 25. SPT Masa PPh Pasal 25 ini, merupakan salah satu SPT Masa<br />
yang wajib disampaikan oleh wajib pajak badan, meskipun tidak<br />
terdapat pembayaran (SPT Nihil). Apabila Wajib pajak tidak<br />
menyampaikan atau terlambat menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25, maka<br />
wajib pajak akan dikenakan sanksi berupa denda sebear Rp 50.000 untuk<br />
satu SPT Masa.<br />
<br />
Bagi Wajib Pajak Badan selain yang bergerak dibidang usaha pengalihan<br />
hak atas tanah dan atau bangunan, apabila melakukan transaksi<br />
pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan wajib menyetor PPh yang<br />
terutang atas pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan. Besarnya<br />
PPh yang terutang adalah 5% dari nilai tertinggi antara nilai<br />
transaksi dengan nilai NJOP. PPh yang terutang atas transaki<br />
pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan merupakan uang muka pajak<br />
yang dapat dikreditkan dalam PPh Badan pada akhir tahun.<br />
<br />
b. SPT Masa PPh Pasal 21/26<br />
<br />
PPh pasal 21 merupakan PPh yang terutang atas penghasilan berupa<br />
gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan<br />
dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan<br />
yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi. Berdasarkan ketentuan<br />
Pasal 21 Undang-unang PPh, PPh Pasal 21 wajib dipotong, disetor dan<br />
dilaporkan oleh pemotong pajak, yaitu : pemberi kerja, bendaharawan<br />
pemerintah, dana pensiun, badan, perusahaan dan penyelenggara<br />
kegiatan.<br />
<br />
Wajib pajak badan selaku pemberi kerja yang membayarkan gaji, upah,<br />
honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam<br />
bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang<br />
dilakukan oleh waib pajak orang pribadi wajib menyampaikan SPT Masa<br />
PPh Pasal 21. Batas waktu penyetoran PPh Pasal 21 adalah tanggal 10<br />
bulan berikutnya, namun apabila tanggal 10 jatuh pada hari libur maka<br />
penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Sedangkan<br />
batas waktu pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 adalah 20 hari setelah<br />
berakhirnya masa pajak (tanggal 20 bulan berikutnya), apabila tanggal<br />
20 jatuh pada hari libur, maka penyampaian SPT Masa PPh pasal 21<br />
harus dilakukan pada hari kerja sebelumnya.<br />
<br />
SPT Masa PPh Pasal 21 juga merupakan SPT Masa yang wajib disampaikan<br />
oleh Wajib Pajak Badan meskipun tidak terdapat penyetoran PPh Pasal<br />
21/26 (SPT Nihil). Apabila Wajib pajak tidak menyampaikan SPT Masa<br />
PPh Pasal 21 atau terlambat menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21, maka<br />
akan dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp 50.000,- untuk satu SPT<br />
Masa.<br />
<br />
Ketentuan lebih lanjut tentang Petunjuk pelaksanaan pemotongan,<br />
penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21 dan pasal 26 sehubungan dengan<br />
pekerjaan, jasa dan kegiatan orang pribadi diatur dalam Keputusan<br />
Dirjen Pajak No KEP-545/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000.<br />
<br />
c. SPT Masa PPN<br />
<br />
Bagi Wajib Pajak yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak<br />
(PKP) diwajibkan untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan<br />
Pajak atas Penjualan Barang Mewah (PPn BM) serta menyampaikan SPT<br />
Masa PPN. Jatuh tempo penyetoran PPN adalah setiap tanggal 15 bulan<br />
berikutnya, sedangkan batas waktu penyampaian SPT Masa PPN adalah 20<br />
hari setelah berakhirnya masa pajak (tgl 20 bulan berikutnya).<br />
Seperti halnya pembayaran PPh Masa, apabila jatuh tempo penyetoran<br />
PPN jatuh pada hari libur, maka penyetoran dapat dilakukan pada hari<br />
kerja berikutnya. Sedangkan untuk pelaporan, apabila batas waktu<br />
pelaporan jatuh pada hari libur maka penyampaian SPT Masa PPN wajib<br />
dilakukan pada hari kerja sebelumnya.<br />
<br />
SPT Masa PPN merupakan SPT Masa yang wajib disampaikan oleh Wajib<br />
Pajak yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak, meskipun<br />
Nihil. Apabila Wajib yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena<br />
pajak tidak menyampaikan atau terlambat menyampaikan SPT Masa PPN<br />
maka akan dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp 50.000 untuk satu<br />
SPT Masa.<br />
<br />
Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT PPN) adalah sebagai sarana untuk<br />
melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak PPN<br />
dan PPn BM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :<br />
<br />
• Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran;<br />
• Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan<br />
sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan atau melalui pihak lain dalam<br />
satu Masa Pajak, yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-<br />
undangan perpajakan yang berlaku;<br />
• Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi Surat Pemberitahuan<br />
adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan<br />
pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.<br />
Ketentuan mengenai PPN diatur dalam Undang-undang no 8 tahun 1983<br />
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan<br />
atas Barang Mewah sebagaimana terakhir telah diubah dengan UU No 18<br />
tahun 2000 beserta peraturan pelaksanaannya.<br />
<br />
d. SPT Masa PPh Pasal 23/26<br />
<br />
PPh pasal 23 merupakan PPh yang terutang atas penghasilan yang<br />
diterima/diperoleh oleh wajib pajak badan dalam negeri atau bentuk<br />
usaha tetap; yang berupa :<br />
• Deviden<br />
• Bunga<br />
• Royalti<br />
• Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21<br />
• Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta<br />
• Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa<br />
konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain (yg ditetapkan DJP) selain<br />
jasa yang telah dipotong PPh pasal 21.<br />
<br />
PPh yang terutang atas penghasilan tersebut (PPh Pasal 23) wajib<br />
dipotong, disetorkan dan dilaporkan oleh pemotong PPh Pasal 23; yaitu<br />
badan pemerintah, subyek pajak badan dalam negeri, penyelenggara<br />
kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan wajib pajak luar negeri<br />
lainnya; yang membayar/ memberikan penghasilan yang merupakan obyek<br />
PPh pasal 23.<br />
<br />
PPh Pasal 26 merupakan PPh yang terutang atas penghasilan yang<br />
diterima/diperoleh oleh Wajib Pajak Luar Negeri yang berupa :<br />
g. Deviden;<br />
h. bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan<br />
sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;<br />
i. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan<br />
penggunaan harta;<br />
j. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;<br />
k. hadiah dan penghargaan;<br />
l. pensiun dan pembayaran berkala lainnya ;<br />
<br />
PPh yang terutang atas penghasilan tersebut (PPh Pasal 26) wajib<br />
dipotong, disetorkan dan dilaporkan oleh pemotong PPh Pasal 26.<br />
Pemotong PPh Pasal 26 yaitu badan pemerintah, subyek pajak dalam<br />
negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan<br />
wajib pajak luar negeri lainnya; yang membayar/memberikan penghasilan<br />
yang merupakan obyek PPh pasal 26.<br />
<br />
Batas waktu penyetoran PPh Pasal 23/26 oleh pemotong PPh adalah<br />
tanggal 10 bulan berikutnya, sedangkan batas waktu penyampaian SPT<br />
Masa PPh pasal 23/26 adalah anggal 20 bulan berikutnya. Apabila<br />
tanggal jatuh tempo penyetoran PPh pasal 23/26 jatuh pada hari libur<br />
maka penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Namun<br />
apabila tanggal jatuh tempo pelaporan jatuh pada hari libur, maka<br />
laporan harus disampaikan pada hari kerja sebelumnya.<br />
<br />
SPT Masa PPh Pasal 23/26 hanya wajib dilaporkan ke KPP apabila<br />
terdapat pembayaran yang terutang PPh Pasal 23/26. Dengan demikian<br />
tidak terdapat SPT Masa PPh pasal 23/26 Nihil.<br />
<br />
e. SPT Masa PPh Final pasal 4 (2)<br />
<br />
1) PPh final atas penghasilan yang diterima/diperoleh oleh wajib<br />
pajak sendiri<br />
<br />
Bagi Wajib Pajak Badan yang memperoleh penghasilan yang merupakan<br />
obyek PPh final, maka diwajibkan untuk membayar dan melaporkan PPh<br />
final pasal 4 (2) yang terutang atas penghasilan tersebut.<br />
Jenis penghasilan lain yang merupakan obyek PPh final dan pembayaran<br />
PPh-nya wajib dilakukan sendiri oleh penerima penghasilan (Wajib<br />
pajak Badan) adalah sebagai berikut :<br />
<br />
• Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan;<br />
Penghasilan yang dierima/diperoleh oleh WP Badan dari kegiatan<br />
persewaan tanah dan atau bangunan juga merupakan obyek PPh final<br />
pasal 4 (2). Dalam hal penyewa adalah bukan pemotong pajak, maka PPh<br />
yang terutang atas penghasilan dari transaksi persewaan tanah dan<br />
atau bangunan wajib dibayar sendiri oleh penerima penghasilan.<br />
Besarnya PPh yang terutang atas transaksi ini adalah sebesar 10% dari<br />
jumlah bruto nilai persewaan.<br />
<br />
Apabila penyewa adalah pemotong pajak (i.e. WP Badan), maka pelunasan<br />
PPh final atas transaksi ini dilakukan melalui pemotongan oleh pihak<br />
penyewa. Pemotong pajak (penyewa) wajib memberikan bukti pemotongan<br />
(Bukti Potong PPh Final pasal 4 (2)) kepada wajib pajak (penerima<br />
penghasilan).<br />
<br />
Batas waktu pembayaran PPh Final PS 4 (2) atas transaksi ini adalah<br />
tanggal 15 bulan berikutnya. Sedangkan batas waktu pelaporan adalah<br />
tanggal 20 bulan berikutnya.<br />
<br />
• Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi;<br />
Apabila pemakai jasa bukan merupakan pemotong PPh, atas Penghasilan<br />
yang diterima/diperoleh oleh WP Badan (yang tidak memiliki<br />
sertifikasi sebagai pengusaha kontruksi menengah atau besar) dari<br />
kegiatan Jasa Konstruksi, PPh yang terutang atas penghasilan tersebut<br />
wajib dibayar sendiri oleh wajib pajak. Namun apabila pemakai jasa<br />
merupakan pemotong pajak, maka PPh yang terutang atas kegiatan ini<br />
pelunasannya dilakukan melalui pemotongan oleh pemakai jasa. Pemotong<br />
pajak (Pemakai jasa) wajib memberikan bukti potong. Besarnya PPh<br />
final pasal 4 (2) yang terutang atas penghasilan dari kegiatan jasa<br />
konstruksi adalah sbb :<br />
<br />
<span> </span>4% (empat persen)<span style="font-family: Symbol;"><span>è</span></span>a) Jasa Perencanaan Konstruksi <span> </span>dari jumlah<br />
bruto;<br />
<span> </span>2% (dua<span style="font-family: Symbol;"><span>è</span></span>b) Jasa Pelaksanaan Konstruksi <span> </span>persen) dari jumlah<br />
bruto;<br />
<span> </span>4%<span style="font-family: Symbol;"><span>è</span></span>c) Jasa Pengawasan Konstruksi <span> </span>(empat persen) dari jumlah<br />
bruto.<br />
<br />
2) PPh final atas penghasilan yang dibayarkan/terutang kepada<br />
pihak lain<br />
<br />
Wajib pajak badan yang melakukan pembayaran/memberikan penghasilan<br />
tertentu yang pengenaan pajaknya telah diatur dengan peraturan<br />
pemerintah dan dikenakan PPh final diwajibkan untuk memotong,<br />
menyetorkan dan melaporkan PPh yang terutang atas penghasilan<br />
tersebut ke kantor pajak.<br />
<br />
Penghasilan yang pengenaan pajaknya telah diatur dengan peraturan<br />
pemerintah dan dikenakan PPh yang bersifat final adalah :<br />
• Penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa efek.<br />
• Penghasilan dari hadiah undian<br />
• Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan<br />
• Penghasilan dari bunga deposito dan tabungan serta diskonto<br />
Sertifikat Bank Indonesia.<br />
• Penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan<br />
• Penghasilan dari obligasi yang diperdagangkan di bursa efek<br />
• Penghasilan dari usaha jasa konstruksi<br />
Apabila terdapat transaksi yang merupakan obyek PPh final, wajib<br />
pajak badan yang melakukan transaksi tersebut wajib memotong,<br />
menyetorkan dan melaporkan PPh yang terutang. Pelaporan PPh final<br />
dilakukan dengan menggunakan SPT Masa PPh Final.<br />
<br />
SPT Masa PPh Final hanya wajib dilaporkan oleh wajib pajak badan<br />
apabila terdapat transaksi yang berhubungan dengan obyek PPh final,<br />
sehingga tidak ada SPT Masa PPh Final Nihil.<br />
<br />
2. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan)<br />
<br />
a. SPT Tahunan PPh Badan (SPT 1771)<br />
<br />
Setelah berakhirnya tahun pajak, Wajib pajak diwajibkan untuk<br />
menyampaikan SPT Tahunan (SPT Tahunan PPh Badan – SPT 1771). SPT<br />
Tahunan paling lambat disampaikan 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun<br />
pajak/tahun buku.<br />
<br />
Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT Tahunan) bagi Wajib Pajak adalah<br />
sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan<br />
penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk<br />
melaporkan tentang :<br />
<br />
• Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan<br />
sendiri dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam<br />
1 (satu) Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak;<br />
• Penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek<br />
pajak;<br />
• Harta dan kewajiban;<br />
<br />
b. SPT Tahunan PPh 21 (SPT 1721)<br />
<br />
Selain melaporkan SPT Tahunan PPh Badan, Wajib Pajak Badan selaku<br />
pemotong PPh pasal 21 juga diwajibkan menyampaikan SPT Tahunan PPh<br />
pasal 21. Dalam waktu 2 (dua) bulan setelah tahun takwim berakhir,<br />
Pemotong Pajak berkewajiban menghitung kembali jumlah PPh Pasal 21<br />
yang terutang oleh pegawai tetap dan penerima pensiun bulanan menurut<br />
tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 UU PPh.<br />
<br />
Setiap Pemotong Pajak wajib mengisi, menandatangani, dan menyampaikan<br />
SPT Tahunan PPh Pasal 21 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemotong<br />
Pajak terdaftar atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat. Surat<br />
Pemberitahuan Tahunan PPh Pasal 21 harus disampaikan selambat-<br />
lambatnya tanggal 31 Maret tahun takwim berikutnya. Batas waktu<br />
pelaporan ini berlaku juga bagi wajib pajak yang tahun bukunya<br />
berbeda dengan tahun takwim.<o:p></o:p></div><br />
<div> </div><div style="text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div></div>akuntansi-perpajakanhttp://www.blogger.com/profile/16995731641205246338noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4517538789288794923.post-74862533714740455672011-11-23T20:31:00.000-08:002011-11-23T20:39:03.587-08:00Akuntansi Manajemen<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div style="color: black;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CADMINI%7E1%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CADMINI%7E1%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_editdata.mso" rel="Edit-Time-Data"></link><style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:Wingdings;
panose-1:5 0 0 0 0 0 0 0 0 0;
mso-font-charset:2;
mso-generic-font-family:auto;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:0 268435456 0 0 -2147483648 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-parent:"";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";}
h2
{mso-margin-top-alt:auto;
margin-right:0cm;
mso-margin-bottom-alt:auto;
margin-left:0cm;
mso-pagination:widow-orphan;
mso-outline-level:2;
font-size:18.0pt;
font-family:"Times New Roman";
font-weight:bold;}
a:link, span.MsoHyperlink
{color:blue;
text-decoration:underline;
text-underline:single;}
a:visited, span.MsoHyperlinkFollowed
{color:purple;
text-decoration:underline;
text-underline:single;}
p
{mso-margin-top-alt:auto;
margin-right:0cm;
mso-margin-bottom-alt:auto;
margin-left:0cm;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";}
span.mw-headline
{mso-style-name:mw-headline;}
@page Section1
{size:612.0pt 792.0pt;
margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt;
mso-header-margin:36.0pt;
mso-footer-margin:36.0pt;
mso-paper-source:0;}
div.Section1
{page:Section1;}
/* List Definitions */
@list l0
{mso-list-id:198662253;
mso-list-template-ids:-584968350;}
@list l0:level1
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:;
mso-level-tab-stop:36.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;
mso-ansi-font-size:10.0pt;
font-family:Symbol;}
@list l1
{mso-list-id:1059128989;
mso-list-template-ids:-1536943094;}
@list l1:level1
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:;
mso-level-tab-stop:36.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;
mso-ansi-font-size:10.0pt;
font-family:Symbol;}
@list l2
{mso-list-id:1193808760;
mso-list-template-ids:155897712;}
@list l2:level1
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:;
mso-level-tab-stop:36.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;
mso-ansi-font-size:10.0pt;
font-family:Symbol;}
@list l3
{mso-list-id:1435713323;
mso-list-template-ids:600471582;}
@list l3:level1
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:;
mso-level-tab-stop:36.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;
mso-ansi-font-size:10.0pt;
font-family:Symbol;}
ol
{margin-bottom:0cm;}
ul
{margin-bottom:0cm;}
-->
</style><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgE2Z4HuX_zcShipsEGfZwcBwyKvpVe9gVXelsnN6dwOqQe2ZsW_IuropOrzZhtihipmyDF_Je3UNmudBhW8Qtmcw8QOnyIYu2010wzD79pQU009y1IwR7tkAqwURUA3jkIaGlfo3dbhTC2/s1600/44624_1395676528812_1139180673_30941152_1906166_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgE2Z4HuX_zcShipsEGfZwcBwyKvpVe9gVXelsnN6dwOqQe2ZsW_IuropOrzZhtihipmyDF_Je3UNmudBhW8Qtmcw8QOnyIYu2010wzD79pQU009y1IwR7tkAqwURUA3jkIaGlfo3dbhTC2/s400/44624_1395676528812_1139180673_30941152_1906166_n.jpg" width="296" /></a></div></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CADMINI%7E1%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C03%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CADMINI%7E1%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C03%5Cclip_editdata.mso" rel="Edit-Time-Data"></link><!--[if !mso]> <style>
v\:* {behavior:url(#default#VML);}
o\:* {behavior:url(#default#VML);}
w\:* {behavior:url(#default#VML);}
.shape {behavior:url(#default#VML);}
</style> <![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" LatentStyleCount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><style>
<!--
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-parent:"";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";}
a:link, span.MsoHyperlink
{color:blue;
text-decoration:underline;
text-underline:single;}
a:visited, span.MsoHyperlinkFollowed
{color:purple;
text-decoration:underline;
text-underline:single;}
@page Section1
{size:612.0pt 792.0pt;
margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt;
mso-header-margin:36.0pt;
mso-footer-margin:36.0pt;
mso-paper-source:0;}
div.Section1
{page:Section1;}
-->
</style><!--[if gte mso 10]> <style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}
</style> <![endif]--><span style="font-family: "Times New Roman"; font-size: 12pt;"><a href="http://sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc4/hs383.snc4/44624_1395676528812_1139180673_30941152_1906166_n.jpg"><span style="text-decoration: none;"><!--[if gte vml 1]><v:shapetype
id="_x0000_t75" coordsize="21600,21600" o:spt="75" o:preferrelative="t"
path="m@4@5l@4@11@9@11@9@5xe" filled="f" stroked="f"> <v:stroke joinstyle="miter"/> <v:formulas> <v:f eqn="if lineDrawn pixelLineWidth 0"/> <v:f eqn="sum @0 1 0"/> <v:f eqn="sum 0 0 @1"/> <v:f eqn="prod @2 1 2"/> <v:f eqn="prod @3 21600 pixelWidth"/> <v:f eqn="prod @3 21600 pixelHeight"/> <v:f eqn="sum @0 0 1"/> <v:f eqn="prod @6 1 2"/> <v:f eqn="prod @7 21600 pixelWidth"/> <v:f eqn="sum @8 21600 0"/> <v:f eqn="prod @7 21600 pixelHeight"/> <v:f eqn="sum @10 21600 0"/> </v:formulas> <v:path o:extrusionok="f" gradientshapeok="t" o:connecttype="rect"/> <o:lock v:ext="edit" aspectratio="t"/> </v:shapetype><v:shape id="_x0000_i1025" type="#_x0000_t75" alt=""
href="http://sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc4/hs383.snc4/44624_1395676528812_1139180673_30941152_1906166_n.jpg"
style='width:222pt;height:300pt' o:button="t"> <v:imagedata src="file:///C:\DOCUME~1\ADMINI~1\LOCALS~1\Temp\msohtml1\03\clip_image001.jpg"
o:href="http://sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc4/hs383.snc4/44624_1395676528812_1139180673_30941152_1906166_n.jpg"/> </v:shape><![endif]--><!--[if !vml]--><span><br />
</span><!--[endif]--></span></a></span></div><div align="center" style="text-align: center;"><br />
</div>Definisi akuntansi manajemen menurut <i>Chartered Institute of Management Accountant</i> (1994:30) yaitu: <i>Penyatuan bagian manajemen yang mencakup, penyajian dan penafsiran informasi yang digunakan untuk perumusan strategi, aktivitas perencanaan dan pengendalian, pembuatan keputusan, optimalisasi penggunaan sumber daya, pengungkapan kepada pemilik dan pihak luar, pengungkapan kepada pekerja, pengamanan asset…</i> Bagian integral dari manajemen yang berkaitan dengan proses identifikasi penyajian dan interpretasi/penafsiran atas informasi yang berguna untuk:<o:p></o:p><br />
<ul type="disc"><li class="MsoNormal">Merumuskan strategi.<o:p></o:p></li>
<li class="MsoNormal">Proses perencanaan dan pengendalian.<o:p></o:p></li>
<li class="MsoNormal">Pengambilan keputusan.<o:p></o:p></li>
<li class="MsoNormal">Optimalisasi keputusan.<o:p></o:p></li>
<li class="MsoNormal">Pengungkapan pemegang saham dan pihak luar.<o:p></o:p></li>
<li class="MsoNormal">Pengungkapan entitas organisasi bagi karyawan.<o:p></o:p></li>
<li class="MsoNormal">Perlindungan atas asset organisasi.<o:p></o:p></li>
</ul><h2><span class="mw-headline"><span style="font-size: 14pt;">Sejarah Perkembangan Akuntansi Manajemen Sektor Publik</span></span><span style="font-size: 14pt;"><o:p></o:p></span></h2>Akuntansi sektor publik pada dasarnya dipengaruhi perkembangan pemikiran manajemen. Perkembangan pemikiran ini tidak terlepas dari <i>knowledge management</i>. <i>Knowledge management</i> ini sendiri memengaruhi peran daripada akuntansi manajemen. Pada dasarnya, akuntansi manajemen ini lebih didasari oleh praktik:<o:p></o:p><br />
<ul type="disc"><li class="MsoNormal"><i>Factory Accounting</i>.<o:p></o:p></li>
<li class="MsoNormal"><i>Budgeting</i>.<o:p></o:p></li>
<li class="MsoNormal"><i>Cost Accounting</i>.<o:p></o:p></li>
</ul><h2><span class="mw-headline"><span style="font-size: 14pt;">Proses Akuntansi Manajemen</span></span><span style="font-size: 14pt;"><o:p></o:p></span></h2>Proses akuntansi manajemen dapat dikembangkan dengan berbagai metode, antara lain:<o:p></o:p><br />
<ul type="disc"><li class="MsoNormal">Flatening struktur manajemen merupakan proses penyederhanaan struktur.<o:p></o:p></li>
<li class="MsoNormal">Menggunakan <i>cross fungsional team</i> merupakan proses saling isi menurut keahlian dan kekuatan antara tim yang terlibat.<o:p></o:p></li>
<li class="MsoNormal">Menyampaikan informasi secara cepat dan tepat merupakan teknik penyaringan informasi yang relevan.<o:p></o:p></li>
<li class="MsoNormal">Pendelegasian kuasa kepada tenaga kerja merupakan teknik pengembangan kekuatan tim melalui pemberian kepercayaan.<o:p></o:p></li>
</ul><h2><span class="mw-headline"><span style="font-size: 14pt;">Peran dan Tujuan Akuntansi Manajemen Sektor Publik</span></span><span style="font-size: 14pt;"><o:p></o:p></span></h2>Peran utama akuntansi manajemen dalam <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi" title="Organisasi"></a>organisasi sektor publik adalah memberikan informasi akuntansi yang relevan dan handal kepada manajer untuk melaksanakan fungsi perencanaan dan pengendalian organisasi. Tuntutan mengenai perlunya pengendalian atas berbagai kegiatan pemerintah, khususnya yang berimplikasi uang, dari waktu ke waktu semakin meningkat. Hal ini terjadi akibat praktik KKN di waktu yang lalu tidak saja telah mengakibatkan berkurangnya percepatan pembangunan, melainkan juga telah menimbulkan kesenjangan baik antara wilayah, sektor dan golongan serta merugikan khususnya bagi lapisan masyarakat bawah. Peran <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Fundamental" title="Fundamental"></a>fundamental akuntansi manajemen di organisasi sektor publik adalah membantu manajer/pimpinan dengan informasi akuntansi yang dibutuhkan agar fungsi perencanaan dan pengendalian dapat dilakukan. Secara rinci, tujuan umum tersebut dapat diturunkan menjadi:<o:p></o:p><br />
<ul type="disc"><li class="MsoNormal">Membantu manajemen memformulasi kebijakan organisasi.<o:p></o:p></li>
<li class="MsoNormal">Membantu manajemen dalam proses perencanaan organisasi.<o:p></o:p></li>
<li class="MsoNormal">Membantu manajemen dalam mengendalikan operasi/kegiatan organisasi.<o:p></o:p></li>
</ul><div class="MsoNormal"><br />
</div></div>akuntansi-perpajakanhttp://www.blogger.com/profile/16995731641205246338noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4517538789288794923.post-72861486857629360782011-11-23T19:56:00.000-08:002011-11-23T19:56:47.605-08:00Tarif Pajak<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CADMINI%7E1%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><o:smarttagtype name="place" namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags"></o:smarttagtype><o:smarttagtype name="City" namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags"></o:smarttagtype><!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" LatentStyleCount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if !mso]><img src="http://img2.blogblog.com/img/video_object.png" style="background-color: #b2b2b2; " class="BLOGGER-object-element tr_noresize tr_placeholder" id="ieooui" data-original-id="ieooui" /> <style>
st1\:*{behavior:url(#ieooui) }
</style> <![endif]--><style>
<!--
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-parent:"";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";}
a:link, span.MsoHyperlink
{color:blue;
text-decoration:underline;
text-underline:single;}
a:visited, span.MsoHyperlinkFollowed
{color:purple;
text-decoration:underline;
text-underline:single;}
p
{mso-margin-top-alt:auto;
margin-right:0cm;
mso-margin-bottom-alt:auto;
margin-left:0cm;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";}
@page Section1
{size:612.0pt 792.0pt;
margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt;
mso-header-margin:36.0pt;
mso-footer-margin:36.0pt;
mso-paper-source:0;}
div.Section1
{page:Section1;}
-->
</style><!--[if gte mso 10]> <style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}
</style> <![endif]--> <br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://aude23.files.wordpress.com/2011/03/offshore-tax-havens.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://aude23.files.wordpress.com/2011/03/offshore-tax-havens.jpg" /></a></div><div style="text-align: justify; text-indent: 27pt;"><br />
</div><div style="text-align: justify; text-indent: 27pt;">Tarif Pajak Bumi dan Bangunan untuk Perdesaan dan Perkotaan diturunkan dari 0,5 persen terhadap nilai jual obyek pajak menjadi paling tinggi 0,3 persen dari NJOP. Langkah ini diharapkan dapat memperluas basis pemungutan PBB.</div><div style="text-align: justify; text-indent: 27pt;">Kewenangan penetapan tarif PBB akan dialihkan dari pemerintah pusat kepada pemerintah kabupaten/kota setelah 31 Desember 2013.</div><div style="text-align: justify; text-indent: 27pt;">”Saat ini, basis data PBB mencapai 92 juta obyek pajak. Itu akan kami distribusikan secara bertahap kepada daerah. Namun, daerah harus memiliki perangkat teknologi informasi yang kuat karena mengelola data yang sangat besar itu bukan perkara mudah. Jika teknologinya tidak kuat, bisa ada kesalahan penetapan NJOP,” ungkap Direktur Ekstensifikasi Pajak Direktorat Jenderal Pajak Hartoyo di Jakarta, Jumat (9/10).</div><div style="text-align: justify; text-indent: 27pt;">Perubahan tarif PBB Perdesaan dan Perkotaan itu ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang selesai diamandemen pada 15 September 2009.</div><div style="text-align: justify; text-indent: 27pt;">Selain mengubah besaran tarifnya, UU ini juga menetapkan aturan baru tentang Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) dan Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP).</div><div style="text-align: justify; text-indent: 27pt;">Sebelumnya, NJKP ditetapkan 20-100 persen dari NJOP yang sudah dikurangi NJOPTKP, kini aturan tersebut tidak dipergunakan lagi.</div><div style="text-align: justify; text-indent: 27pt;"><strong>Bayar <a href="http://www.klinik-pajak.com/2011/njoptkp-pbb-tahun-2012.html" title="See also NJOPTKP
PBB Tahun 2012"><span style="color: windowtext;">PBB</span></a> makin ringan</strong></div><div style="text-align: justify; text-indent: 27pt;">Selain itu, besaran NJOPTKP juga diubah dari sebelumnya ditetapkan setinggi-tingginya Rp 12 juta, kini paling rendah Rp 10 juta per obyek pajak.</div><div style="text-align: justify; text-indent: 27pt;">Artinya, pemerintah kabupaten dan <st1:place w:st="on"><st1:city w:st="on">kota</st1:city></st1:place> diberi kewenangan untuk menetapkan tarif NJOPTKP tanpa batasan. Semakin tinggi NJOPTKP, akan semakin ringan pembayaran PBB yang harus ditanggung masyarakat.</div><div style="text-align: justify; text-indent: 27pt;">Dengan demikian, semakin tinggi NJOPTKP, akan semakin tinggi insentif yang diberikan pemerintah kabupaten dan <st1:place w:st="on"><st1:city w:st="on">kota</st1:city></st1:place> kepada dunia usaha.</div><div style="text-align: justify; text-indent: 27pt;">Sebagai ilustrasi, jika seorang warga memiliki tanah seluas 800 meter persegi dengan harga jual Rp 300.000 per meter persegi, NJOP-nya mencapai Rp 240 juta.</div><div style="text-align: justify; text-indent: 27pt;">Kemudian dia juga memiliki rumah seluas 400 meter persegi, taman (200 meter persegi), dan pagar setinggi 1,5 meter dan panjang 120 meter dengan nilai jual masing-masing Rp 350.000, Rp 50.000, dan 175.000 per meter persegi, sehingga NJOP-nya adalah Rp 181,5 juta.</div><div style="text-align: justify; text-indent: 27pt;">NJOP rumah, taman, dan pagar harus dikurangi NJOPTKP terlebih dahulu, katakan tarifnya Rp 10 juta, sehingga nilai jual bangunan kena pajak hanya Rp 171,5 juta.</div><div style="text-align: justify; text-indent: 27pt;">Dengan demikian, total nilai jual obyek pajak kena pajak baik tanah, rumah, taman, dan pagar mencapai Rp 411,5 juta. Angka inilah yang dikalikan dengan tarif PBB-nya, misalnya ditetapkan 0,2 persen, sehingga PBB yang harus dibayar adalah Rp 823.000.</div><div style="text-align: justify; text-indent: 27pt;">”Pemeriksaan atas wajib pajak PBB yang bermasalah bisa dilakukan pemda bersama Ditjen Pajak. Adapun pembukuan PBB Perdesaan dan Perkotaan bisa dilakukan di daerah dan Ditjen Pajak. Daerah harus memiliki tim penilai aset yang kuat untuk menetapkan besaran NJOP-nya,” ujar Hartoyo.</div><div style="text-align: justify; text-indent: 27pt;">Anggota DPR sekaligus anggota Panitia Khusus RUU PDRD, Nursanita Nasution, mengatakan, PBB dialihkan kepada pemerintah kabupaten dan kota dalam waktu lima tahun terhitung sejak UU PDRD disahkan karena daerah sendiri membutuhkan persiapan untuk menanggung kewenangan baru itu.</div><div style="text-align: justify;">Sumber: www.kompas.com</div><div style="text-indent: 27pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 27pt;"><br />
</div></div>akuntansi-perpajakanhttp://www.blogger.com/profile/16995731641205246338noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4517538789288794923.post-32268134653219396902011-11-14T18:07:00.000-08:002011-11-18T16:12:00.568-08:00Sistem Akuntansi<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div class="post"><h2><a href="http://abusyadza.wordpress.com/2008/05/07/gambaran-umum-sistem-akuntansi-pemerintah-pusat/" rel="bookmark" title="Link permanen: Gambaran Umum Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat">Gambaran Umum Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat</a></h2><a href="http://echo.student.umm.ac.id/files/2010/10/akuntansi-pemerintahan.jpg"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-32" height="320" src="http://echo.student.umm.ac.id/files/2010/10/akuntansi-pemerintahan.jpg" title="akuntansi pemerintahan" width="246" /></a><br />
<b>Dasar Hukum Penyelenggaraan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat</b><br />
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 8 menyatakan bahwa ”dalam rangka pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan fiskal, Menteri Keuangan mempunyai tugas antara lain menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.”<br />
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 9 menyatakan bahwa ”Menteri/Pimpinan Lembaga sebagai pengguna anggaran/pengguna barang Kementerian Negara/Lembaga yang dipimpinnya mempunyai tugas antara lain menyusun dan menyampaikan laporan keuangan Kementerian Negara/Lembaga yang dipimpinnya.”<br />
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 30 ayat (2) menyatakan bahwa ”Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang meliputi Laporan Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya.”<br />
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 7 ayat (20) menyatakan bahwa “Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang menetapkan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan Negara.”<br />
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 51 ayat (1) menyatakan bahwa “Menteri Keuangan/Pejabat Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum Negara/Daerah menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pembiayaan dan perhitungannya.”<br />
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 51 ayat (2) menyatakan bahwa “Menteri/pimpinan lembaga/kepala satuan kerja perangkat daerah selaku Pengguna Anggaran menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pendapatan dan belanja yang berada dalam tanggung jawabnya.”<br />
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 55 ayat (1) menyatakan bahwa “Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Pusat untuk disampaikan kepada Presiden dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.”<br />
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 55 ayat (2) menyatakan bahwa “dalam menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang menyusun dan menyampaikan laporan keuangan yang meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan dilampiri laporan keuangan Badan Layanan Umum pada kementerian negara/Lembaga masing-masing.”<br />
Penjelasan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, menyatakan bahwa “agar informasi yang disampaikan dalam laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi prinsip transparansi dan akuntabilitas, perlu diselenggarakan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) yang terdiri dari Sistem Akuntansi Pusat (SiAP) yang dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang dilaksanakan oleh kementerian negara/lembaga.”<br />
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2004 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Tahun Anggaran 2005 Pasal 17 ayat (1) menyatakan bahwa “setelah Tahun Anggaran 2005 berakhir, Pemerintah menyusun Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2005 berupa Laporan Keuangan.”<br />
Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada Pasal 60 ayat (1) menyatakan bahwa “Menteri/Pimpinan Lembaga wajib menyelenggarakan pertanggungjawaban penggunaan dana bagian anggaran yang dikuasainya berupa laporan realisasi anggaran dan neraca Kementerian Negara/Lembaga bersangkutan kepada Presiden melalui Menteri Keuangan. Keputusan Presiden tersebut telah diubah dengan Keputusan Presiden No. 72 tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.”<br />
<b>Ruang Lingkup Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat</b><br />
Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAAP) adalah “serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan Pemerintah Pusat.” (Modul Sistem Akuntansi Instansi : Hal. 1)<br />
Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAAP) berlaku untuk seluruh unit organisasi Pemerintah Pusat dan unit akuntansi pada Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi dan/atau Tugas Pembantuan serta pelaksanaan Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan.<br />
(Modul Sistem Akuntansi Instansi : Hal. 4) Tidak termasuk dalam ruang lingkup SAPP adalah :<br />
a. Pemerintah Daerah (sumber dananya berasal dari APBD)<br />
b. Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah yang terdiri dari :<br />
c. Perusahaan Perseroan, dan<br />
d. Perusahaan Umum.<br />
e. Bank Pemerintah dan Lembaga Keuangan Milik Pemerintah<br />
<b>Tujuan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat</b><br />
(Modul Sistem Akuntansi Instansi : Hal. 2) Sistem Akuntansi Pemerintahan Pusat (SAPP) bertujuan untuk :<br />
a. Menjaga aset Pemerintah Pusat dan instansi-instansinya melalui pencatatan, pemprosesan dan pelaporan transaksi keuangan yang konsisten sesuai dengan standar dan praktek akuntansi yan diterima secara umum;<br />
b. Menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu tentang anggaran dan kegiatan keuangan Pemerintah Pusat, baik secara nasional maupun instansi yang berguna sebagai dasar penilaian kinerja, untuk menentukan ketaatan terhadap otorisasi anggaran dan untuk tujuan akuntabilitas;<br />
c. Menyediakan informasi yang dapat dipercaya tentang posisi keuangan suatu instansi dan Pemerintah Pusat secara keseluruhan;<br />
d. Menyediakan informasi keuangan yang berguna untuk perencanaan, pengelolaan dan pengendalian kegiatan dan keuangan pemerintah secara efisien.<br />
<b>Ciri-ciri Pokok Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat</b><br />
(Modul Sistem Akuntansi Instansi : Hal 3) Ciri-ciri pokok sistem akuntansi pemerintah pusat antara lain :<br />
a. Basis Akuntansi<br />
Cash toward Accrual. Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah adalah basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam Laporan Realisasi Anggaran dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dalam neraca. Basis Kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi atau peristiwa itu terjadi, tanpa memperhatikan saat kas ata setara kas diterima atau dibayar.<br />
b. Sistem Pembukuan Berpasangan<br />
Sistem Pembukuan Berpasangan didasarkan atas persamaan dasar akuntasi yaitu : Aset = Kewajiban + Ekuitas Dana. Setiap transaksi dibukukan dengan mendebet sebuah perkiraan dan mengkredit perkiraan yang terkait.<br />
c. Dana Tunggal<br />
Kegiatan akuntansi yang mengacu kepada UU-APBN sebagai landasan operasional. Dana tunggal ini merupakan tempat dimana Pendapatan dan Belanja Pemerintah dipertanggungjawabkan sebagai kesatuan tunggal.<br />
d. Desentralisasi Pelaksanaan Akuntansi<br />
Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan di instansi dilaksanakan secara berjenjang oleh unit-unit akuntansi baik di kantor pusat instansi maupun di daerah.<br />
e. Bagan Perkiraan Standar<br />
SAPP menggunakan perkiraan standar yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku untuk tujuan penganggaran maupun akuntansi.<br />
f. Standar Akuntansi Pemerintah (SAP)<br />
SAPP mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) dalam melakukan pengakuan, penilaian, pencatatan, penyajian, dan pengungkapan terhadap transaksi keuangan dalam rangka penyusunan laporan keuangan.<br />
<b>Kerangka Umum Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat</b><br />
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat disampaikan kepada DPR sebagai pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN. Sebelum disampaikan kepada DPR, laporan keuangan pemerintah pusat tersebut diaudit terlebih dahulu oleh pihak BPK.<br />
(Modul Sistem Akuntansi Instansi : Hal 3) Laporan keuangan pemerintah pusat terdiri dari:<br />
a. Laporan Realisasi Anggaran<br />
Konsolidasi Laporan Realisasi Anggaran dari seluruh Kementerian Negara/Lembaga yang telah direkonsiliasi. Laporan ini menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit dan pembiayaan, sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan anggaran dalam satu periode.<br />
b. Neraca Pemerintah<br />
Neraca Pemerintah Pusat merupakan konsolidasi Neraca SAI dan Neraca SAKUN (Sistem Akuntansi Kas Umum Negara). Laporan in menyajikan informasi posisi keuangan pemerintah pusat berkaitan dengan aset, utang dan ekuitas dana pada tanggal/tahun anggaran tertentu.<br />
c. Laporan Arus Kas<br />
Laporan Arus Kas Pemerintah Pusat merupakan konsolidasi Laporan Arus Kas dari seluruh Kanwil Ditjen PBN. Laporan ini menyajikan informasi arus masuk dan keluar kas selama periode tertentu yang diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi aset non keuangan, pembiayaan dan non anggaran<br />
d. Catatan atas Laporan Keuangan<br />
Merupakan penjelasan atau perincian atau analisis atas nilai suatu pos yang tersaji di dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca Pemerintah dan Laporan Arus Kas dalam rangka pengungkapan yang memadai.<br />
<b>Klasifikasi Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat</b><br />
(Modul Sistem Akuntansi Instansi : Hal 5) Sistem akuntansi pemerintah pusat terdiri dari :<br />
a. Sistem Akuntansi Pusat (SiAP);<br />
Sistem Akuntansi Pusat (SiAP) dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan ( Ditjen PBN) dan terdiri dari:<br />
.i. SAKUN (Sistem Akuntansi Kas Umum Negara) yang menghasilkan Laporan Arus Kas dan Neraca Kas Umum Negara (KUN);<br />
.ii. SAU (Sistem Akuntansi Umum) yang menghasilkan Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca SAU.<br />
Pengolahan data dalam rangka penyusunan laporan keuangan SAU dan SAKUN, dilaksanakan oleh unit-unit Ditjen PBN yang terdiri dari:<br />
i. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN);<br />
ii. Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan (Kanwil Ditjen PBN);<br />
iii. Kantor Pusat Ditjen Perbendaharaan.<br />
b. Sistem Akuntansi Instansi (SAI).<br />
Sistem Akuntansi Instansi (SAI) dilaksanakan oleh kementerian negara/lembaga. Kementerian negara/lembaga melakukan pemrosesan data untuk menghasilkan Laporan Keuangan berupa Laporan Realisasi Anggaran, Neraca dan Catatan atas Laporan Keuangan.<br />
Dalam pelaksanaan SAI, kementerian negara/lembaga membentuk unit akuntansi keuangan (SAK) dan unit akuntansi barang (SABMN).<br />
Unit akuntansi keuangan terdiri dari:<br />
i. Unit Akuntansi Pengguna Anggaran (UAPA);<br />
ii. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran – Eselon1 (UAPPA-E1);<br />
iii. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran – Wilayah (UAPPA-W);<br />
iv. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (UAKPA) ;<br />
Unit akuntansi barang terdiri dari:<br />
i. Unit Akuntansi Pengguna Barang (UAPB);<br />
ii. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang – Eselon1 (UAPPB-E1);<br />
iii. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang – Wilayah (UAPPB-W);<br />
iv. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang (UAKPB).<br />
c. Jenis-jenis Laporan Keuangan<br />
Laporan-laporan keuangan yang dapat dihasilkan dari proses komputerisasi SAPP adalah:<br />
(Modul Sistem Akuntansi Instansi )<br />
<a href="http://echo.student.umm.ac.id/files/2010/10/untitled1.jpg"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-31" height="270" src="http://echo.student.umm.ac.id/files/2010/10/untitled1.jpg" title="untitled1" width="300" /></a><br />
sumber : http://www.google.co.id/search?hl=id&client=firefox-a&rls=org.mozilla%3Aen-GB%3Aofficial&channel=s&q=%22sistem+akuntansi+pemerintahan%22&aq=f&aqi=g2&aql=&oq=&gs_rfai=</div></div>akuntansi-perpajakanhttp://www.blogger.com/profile/16995731641205246338noreply@blogger.com0